
Penulis : Wawan Hidayat
Pernyataan kontroversial yang menyebut guru adalah beban negara belakangan memicu kegaduhan publik. Banyak yang merasa tersinggung sekaligus prihatin. Bagaimana mungkin profesi yang justru melahirkan para dokter, insinyur, pejabat, bahkan menteri sekalipun dianggap sebagai beban?
Untuk menjawab keresahan ini, mari kita menengok kisah sederhana Pak Mulya, seorang guru desa yang telah puluhan tahun mengabdi demi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mulya, Cermin Ketulusan Seorang Guru
Lebih dari 25 tahun Pak Mulya berdiri di depan kelas sebuah SD di pelosok Lampung. Dengan gaji pas-pasan, ia tetap setia mendidik murid-muridnya. Bagi Pak Mulya, mengajar bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan jiwa.
“Setiap huruf yang saya ajarkan akan menjadi bekal hidup anak-anak,” ujarnya lirih.
Apakah ketulusan seperti ini pantas disebut sebagai beban? Justru sebaliknya, pengabdian Pak Mulya adalah investasi mulia bagi masa depan bangsa.
Guru dalam Amanat UUD 1945
Konstitusi kita tidak pernah menempatkan guru sebagai beban. Justru sebaliknya, pendidikan adalah kewajiban negara.
Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 menegaskan:
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Pasal 31 ayat (4) mempertegas:
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.”
Dua pasal ini menempatkan pendidikan—dan otomatis guru—sebagai amanat konstitusi. Jika pendidikan adalah kewajiban negara, maka guru adalah ujung tombak. Bagaimana mungkin ujung tombak dianggap membebani?
Fakta: Guru Penopang Masa Depan
Tanpa guru, tak akan ada generasi penerus yang siap menghadapi tantangan zaman. Guru-lah yang melahirkan para pemimpin negeri ini. Ribuan guru di pelosok Indonesia bekerja dalam sunyi, sering kali tanpa penghargaan yang sepadan, tetapi tetap teguh berdiri demi anak-anak bangsa.
Pak Mulya hanyalah satu contoh kecil dari jutaan guru lain yang diam-diam menjadi penopang keberlangsungan republik.
Penutup
Guru bukanlah beban negara. Mereka adalah aset berharga dan penyelamat peradaban. UUD 1945 sudah jelas menegaskan peran penting pendidikan, dan guru adalah aktor utamanya.
Daripada melabeli guru sebagai beban, sudah semestinya negara berterima kasih kepada sosok-sosok seperti Pak Mulya. Karena berkat merekalah, Indonesia punya masa depan.