Jumat, Juli 4

Puisi dan Cerpen

Detektif Itu Ternyata Mantan Kopasus “PEMBUNUH MISTERIUS”

Detektif Itu Ternyata Mantan Kopasus “PEMBUNUH MISTERIUS”

Puisi dan Cerpen
PEMBUNUH MISTERIUSOleh: Kang WeHaHujan mengguyur Kota Bandung malam itu, membasahi trotoar, menyamarkan jejak, dan menelan suara. Di dalam sebuah rumah bergaya kolonial tua di kawasan Cihapit, polisi menemukan mayat seorang pengusaha properti, Andra Wibisana, tergantung di langit-langit ruang tamu.Yang membuat kasus ini janggal bukan cuma posisi jasadnya. Tapi juga fakta bahwa tali yang menggantungnya terikat dari dalam, dan pintu rumah terkunci dari dalam. Tak ada tanda perlawanan. Tak ada jejak masuk. Hanya... secarik kertas kecil bertuliskan:“Yang menyembunyikan kebenaran, akan tergantung oleh rahasia mereka sendiri.” “Panggil Dona.”Perintah singkat itu keluar dari mulut Komisaris Bayu sambil menatap mayat Andra tanpa ekspresi. Seorang perwira di sebelah...
Puisi Kita “Syukur, Obat Hati dari Ilahi”

Puisi Kita “Syukur, Obat Hati dari Ilahi”

Puisi dan Cerpen
"Syukur, Obat Hati dari Ilahi"Karya : Kang WeHa Dalam sujud yang hening aku temukan, damai mengalir dari Tuhan yang Rahman. Bukan obat dari dunia, tapi dzikir yang sembuhkan jiwa.Ketika hati gelap oleh resah, kupanggil nama-Mu, hilang sudah gundah. Rasa syukur jadi pelindung batin, dari iri, dari lelah, dari angan yang ringkih.Ya Allah, cukupkan aku dengan ridha-Mu, karena di situ, kesehatanku tumbuh. Tak perlu ramai dunia mengelilingi, asal Engkau dekat, aku tak sendiri.Kesehatan sejati bukan hanya raga, tapi hati yang penuh percaya. Syukurku adalah obat, dari langit yang tak pernah telat.
CERPEN MALAM KAMIS “Kakek Segala Tahu dan Penyakit Hati”

CERPEN MALAM KAMIS “Kakek Segala Tahu dan Penyakit Hati”

Puisi dan Cerpen, Religi
Karya: Kang WeHa Angin malam berhembus pelan di sudut pekarangan.Langit sedikit mendung, suara jangkrik berdendang di sela-sela bambu yang bergoyang perlahan.Besti duduk berselonjor di bangku kayu, membawa segelas wedang jahe hangat yang baru diseduh sendiri.Di sebelahnya, seperti biasa... duduk sosok tua berjubah putih kusam, berjanggut panjang, dan bermata teduh: Kakek Segala Tahu.“Kakek... kenapa ya akhir-akhir ini badan saya sering lemas, kepala pusing, tapi hasil periksa ke dokter katanya sehat?” tanya Besti, sambil menyeruput jahe.Kakek tersenyum. Tangannya mengelus jenggot.“Mungkin bukan tubuhmu yang sedang sakit, tapi hatimu yang sedang lelah...”“Lho, maksudnya kek?”“Begini, Besti... Banyak orang rajin olahraga, makan sehat, vitamin jalan terus... Tapi ...
Puisi Kita  ” Rayuan Sepasang Dosa “

Puisi Kita ” Rayuan Sepasang Dosa “

Puisi dan Cerpen
"Rayuan Sepasang Dosa"Karya " Kang WeHaYa Tuhan, dengarlah teriak rinduku yang membelah langit ketujuh, aku menangis sampai laut malu jadi asin, dan bintang pun jatuh satu per satu karena mataku tak lepas dari-Mu.Aku, hamba-Mu yang remuk redam oleh dunia, merangkak di antara miliaran doa yang naik, tapi tetap kukira, Engkaulah yang paling mungkin tergoda, oleh rayuan tangisku yang lebih deras dari hujan di hari kiamat.Aku sudah menulis namamu di setiap hela nafasku, sampai paru-paruku sesak karena cinta ilahi terlalu dalam, sampai malaikat bingung, ini cinta atau gila? Tapi biarlah, biar gila asal Kau lihat aku.Jika Kau menoleh sekali saja padaku, bumi bisa kubalik dengan satu air mata, dan langit akan kusobek jadi sajadah panjang, untuk sujudku yang tak per...
Cerpen Kita ” Perjalanan Panjang Menemukanmu “

Cerpen Kita ” Perjalanan Panjang Menemukanmu “

Puisi dan Cerpen
Perjalanan Panjang MenemukanmuKarya: Kang WeHaDi sebuah desa kecil yang tenang, di antara sawah hijau dan langit senja yang tak pernah gagal menenangkan hati, hiduplah seorang pemuda bernama Arya. Ia bukan siapa-siapa—hanya seorang pemuda dengan impian besar dan cinta yang disimpannya dalam-dalam untuk seorang gadis yang ia temui di mushola kecil saat Ramadan beberapa tahun silam. Namanya Aisyah. Matanya lembut, suaranya tenang, dan senyumnya—senyumnya seperti doa yang menenangkan badai di dada Arya.Namun hidup tak semudah mengucap cinta. Aisyah berasal dari keluarga yang terpandang, sementara Arya hanya anak buruh tani. Ia tahu, untuk pantas berdiri di sisinya, ia harus berjuang. Maka dimulailah perjalanan panjang itu.PengorbananArya meninggalkan desanya, menuju kota d...
Cerpen Kita ” Pelita Diujung Bukit “

Cerpen Kita ” Pelita Diujung Bukit “

Puisi dan Cerpen
"Pelita di Ujung Bukit"Karya Kang WeHaNamanya Pak Rifa’i. Usianya sudah lebih dari separuh abad. Wajahnya legam terbakar matahari, garis kerut menghiasi keningnya, namun senyum hangat tak pernah luput dari bibirnya. Ia adalah seorang pegawai negeri sipil—guru sekolah dasar yang ditempatkan di Desa Suka Jaya, sebuah kampung kecil di ujung perbukitan yang bahkan belum tersentuh sinyal telepon.Setiap pagi, ia berjalan kaki sejauh empat kilometer dari rumah dinas yang disediakan pemerintah desa menuju SD Negeri 1 Suka Jaya. Jalannya bukan jalan biasa, melainkan setapak tanah merah yang licin jika hujan dan berdebu saat kemarau. Tak jarang ia harus menyeberangi sungai kecil dan mendaki bukit curam, tapi tak pernah sekali pun ia mengeluh.“Saya ini hanya guru, bukan pahlawan,” kat...
Puisi ” Panggung Pembangunan “

Puisi ” Panggung Pembangunan “

Puisi dan Cerpen
"Panggung Pembangunan"Karya : Kang WeHaDi atas panggung beton dan janji, pemerintah bersuara lantang—bernyanyi. Tentang jalan yang dibangun menuju mimpi, tentang jembatan harapan yang akan berdiri.Namun layar kaca hanya menayangkan sisi terang, sedang bayang-bayang tersembunyi di ruang bernama rapat, berkas, dan anggaran hilang, di mana angka-angka menari tanpa penjelasan yang terang.Besti, kau tahu? Kita disuguhi poster warna-warni tentang rumah sakit yang katanya hampir jadi, meski temboknya masih dihuni mimpi.Air bersih dijanjikan, tapi pipa-pipa hanya menghantar angin, sementara tangan rakyat tetap menengadah, menyaring hujan yang turun dari langit miskin.Taman kota diresmikan dengan gunting pita, di mana bunga-bunga plastik tersenyum pura-pura, da...
CERPEN “Harapan di Ladang yang Terlupakan”

CERPEN “Harapan di Ladang yang Terlupakan”

Puisi dan Cerpen
Puisi Karya Kang weha Cerpen, Q-koko.site - "Harapan di Ladang yang Terlupakan" Pak Seno duduk di bangku kayu reyot di teras rumahnya, menatap hamparan ladang jagung yang dulu hijau subur, kini mulai menguning kering dan retak-retak. Tangan keriputnya mengusap peluh yang menetes di dahi, sementara suara burung malam mulai mengisi udara desa yang sunyi. Di sampingnya, Sari, istrinya, sedang menenun di atas kursi anyaman, sesekali melirik ke suaminya. “Pak, aku dengar di televisi mereka bilang ada program subsidi pupuk dan bantuan alat pertanian. Kata mereka, tahun ini semua petani akan lebih sejahtera,” ujarnya pelan. Pak Seno menghela napas panjang, “Itu janji lama, Bu. Janji yang kadang datang seperti angin lalu, dan hilang tak berbekas.” Matanya menatap jauh ke jalan desa yang berlub...
PUISI – “Ode untuk Hi. Bachtiar Basri”

PUISI – “Ode untuk Hi. Bachtiar Basri”

Puisi dan Cerpen
PELITA YANG TAK PERNAH PADAM Karya Kang WehaDalam senyap yang membungkam langit,Kau terbang, melintasi cakrawala sunyi,Meninggalkan dunia yang fana dengan segala luka dan harap,Bachtiar, namamu kini menjadi bisu yang berteriak dalam jiwa. Kau adalah angin yang menghempas bara,Menerangi gelap dengan keteguhan yang tak pernah padam,Di pangkuan Lampung, kau titipkan janji dan doa,Mengukir nasib di pelupuk mata rakyat yang menanti. Kini, bumi meratap dalam duka yang dalam,Langkahmu terhenti, namun gema suaramu tetap mengalir,Seperti sungai yang tak pernah lelah mengalir ke samudra,Begitulah jiwa besarmu mengalir dalam nadi kami.Tak ada kata yang cukup mengurai kehilangan,Hanya doa dan kenangan yang menuntun perjalananmu,Bachtiar Basri, kau bukan lagi di sini,Namun hidupmu abadi dala...
Ironinya Negeri Ini

Ironinya Negeri Ini

Puisi dan Cerpen
Ironi Negeri IniBy. Kang WeHaDi negeri yang katanya kaya raya, rakyat masih antre demi sembako di lapak derma. Laut terbentang, sawah menghampar, tapi petani dan nelayan hidupnya makin gentar.Gedung-gedung tinggi mencakar awan, sementara gubuk reyot merapat di pinggiran. Para pejabat sibuk bersolek di layar kaca, rakyat menjerit, suara mereka "tenggelam oleh propaganda.Sekolah megah berdiri di kota, tapi buku dan guru langka di pelosok sana. Kesehatan katanya hak semua, tapi rumah sakit minta biaya yang tak bisa ditera.Bendera merah putih dikibarkan gagah, diiringi janji yang makin hambar dan basah. Katanya merdeka, katanya adil, tapi hukum tajam hanya untuk si miskin yang sulit.Oh negeriku, kau seperti puisi indah yang dilafalkan dusta. Katanya untuk ...