Jumat, Juli 4

Cerpen Kita ” Perjalanan Panjang Menemukanmu “

Perjalanan Panjang Menemukanmu

Karya: Kang WeHa

Di sebuah desa kecil yang tenang, di antara sawah hijau dan langit senja yang tak pernah gagal menenangkan hati, hiduplah seorang pemuda bernama Arya. Ia bukan siapa-siapa—hanya seorang pemuda dengan impian besar dan cinta yang disimpannya dalam-dalam untuk seorang gadis yang ia temui di mushola kecil saat Ramadan beberapa tahun silam. Namanya Aisyah. Matanya lembut, suaranya tenang, dan senyumnya—senyumnya seperti doa yang menenangkan badai di dada Arya.

Namun hidup tak semudah mengucap cinta. Aisyah berasal dari keluarga yang terpandang, sementara Arya hanya anak buruh tani. Ia tahu, untuk pantas berdiri di sisinya, ia harus berjuang. Maka dimulailah perjalanan panjang itu.

Pengorbanan

Arya meninggalkan desanya, menuju kota demi mencari penghidupan. Ia bekerja sebagai tukang bangunan di siang hari, dan malamnya menjadi penjaga parkir. Setiap tetes keringatnya adalah satu langkah menuju mimpinya: mempersunting Aisyah bukan hanya sebagai pasangan, tapi sebagai anugerah yang ia jaga dengan sepenuh jiwa.

Tak jarang ia lapar, tak punya uang untuk pulang, dan harus tidur beralaskan kardus. Tapi di setiap malam itu, ia menatap langit dan berbisik, “Tuhan, tolong jaga dia untukku. Aku akan kembali saat aku pantas.”

Tantangan dan Rintangan

Waktu terus berjalan. Surat yang ia kirimkan pada Aisyah tak pernah dibalas. Ia mulai ragu, mungkinkah Aisyah masih menunggunya? Ataukah cinta itu sudah terkubur dalam keheningan?

Satu malam, kabar datang: Aisyah hendak dijodohkan. Dunia Arya runtuh. Namun di titik terendah itu, ia justru menemukan kekuatan. Ia pulang. Ia tak ingin bersembunyi lagi. Ia ingin berjuang, bahkan jika hanya untuk mengatakan, “Aku tidak pernah berhenti mencintaimu.”

Keputusasaan dalam Penantian

Arya berdiri di depan rumah Aisyah, ragu mengetuk pintu. Tapi yang membukanya bukan Aisyah, melainkan ayahnya. Tatapan tajam dan dingin menyambutnya. “Kau datang untuk apa?”

Dengan suara gemetar namun tegas, Arya menjawab, “Saya datang untuk menepati janji. Saya mencintai putri Bapak. Saya sudah berjuang, dan saya ingin memintanya dengan hormat.”

Namun ayah Aisyah tak memberi restu. Malam itu Arya berjalan pulang dengan hati remuk. Tapi takdir punya rencana lain.

Karunia dan Akhir Bahagia

Aisyah mendengar semua itu. Diam-diam, ia juga menunggu. Dalam doanya, ia selalu menyebut nama Arya. Ia menolak perjodohan, dan untuk pertama kalinya, ia melawan keputusan keluarganya.

Dengan restu ibunya, ia menemui Arya di sebuah ladang tempat mereka dulu sering bertemu. Tatapannya masih sama, teduh dan tenang. “Aku juga berjuang,” katanya pelan, “dalam doaku, dalam penantianku. Kini saatnya kita berjalan bersama.”

Mereka menikah dalam kesederhanaan, namun penuh haru. Bukan karena mewahnya pesta, tapi karena panjangnya jalan yang telah mereka tempuh. Semua luka menjadi saksi, bahwa cinta sejati bukan hanya tentang perasaan, tapi tentang keteguhan dan restu dari Tuhan.

 “Karena cinta sejati tidak ditemukan dalam kenyamanan, tapi dalam keberanian untuk terus bertahan meski dunia seperti ingin memisahkan.”