Jumat, Juli 4

Motor Impian Rakyat, Kini Dikuasai Sang Penguasa

Lampung Selatan, Q-KOKO.SITE – Di sebuah sudut Desa Purwodadi Simpang, Kecamatan Tanjung Bintang, harapan pernah tumbuh bersama denting mesin pencacah plastik. 

Sebuah motor roda tiga KARYA 300 warna hitam, lengkap dengan perlengkapan kerja, datang sebagai simbol langkah kecil menuju kemandirian pengelolaan sampah.

Bantuan dari Dinas PUPR itu diterima kelompok “Karya Mandiri” dengan harapan bisa menjadi solusi untuk lingkungan—dan ekonomi warga.

Namun, harapan itu hanya sebentar.

Motor itu tak pernah digunakan oleh kelompok. Ia raib begitu saja—bukan hilang, tapi dikuasai.

Kami tak pernah menyerahkan motor itu kepada desa

Adalah Lamidi, S.E., Kepala Desa Purwodadi Simpang, yang kini jadi sorotan. Ia diduga mengambil alih motor bantuan tersebut tanpa dokumen resmi, tanpa persetujuan kelompok penerima manfaat, dan memanfaatkannya untuk kegiatan di luar kesepakatan.

Kami tidak pernah menyerahkan motor itu kepada desa. Itu bantuan langsung untuk kelompok kami, bukan untuk operasional desa,” ujar Yusuf, Ketua Kelompok Karya Mandiri, saat ditemui Kamis (5/6/2025).

Yusuf menuturkan bahwa sejak bantuan tiba pada bulan Oktober 2024 tak sekalipun motor digunakan sesuai rencana awal.

Tak ada berita acara serah pakai. Tak ada surat hibah. Tak ada kejelasan hukum. Bahkan waktu itu, bantuan motor tersebut turun di Balai Desa setempat.

Iya mas, karna permintaan kades padahal pada waktu itu pihak dinas nggak mau, karna bukan bantuan desa,” Imbuh Yusuf.

Di mana letak keadilan, jika yang mengambil adalah pemimpinnya sendiri?

Motor bantuan itu memang sederhana. Tapi di balik bodinya yang kokoh, tersimpan impian puluhan warga untuk mengelola sampah, menambah penghasilan, dan menciptakan lingkungan yang bersih. Kini, semua itu terhenti.

Tindakan kepala desa tersebut bukan sekadar persoalan teknis. Ia menjadi cermin bagaimana kekuasaan bisa menjelma menjadi hak milik, tanpa proses, tanpa musyawarah, dan tanpa rasa bersalah.

Hukum Tidak Diam

Dugaan pelanggaran yang terjadi bisa masuk ke ranah pidana. Setidaknya, terdapat empat regulasi yang relevan:

1. Pasal 3 UU Tipikor (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001)

➤ Menyalahgunakan kewenangan yang merugikan keuangan negara.

2. Pasal 421 KUHP

➤ Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat untuk menguasai milik orang lain.

3. UU Desa No. 6 Tahun 2014 Pasal 29 huruf e

➤ Kepala Desa dilarang menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan kewajiban.

4. Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa

➤ Bantuan tidak bisa dialihkan tanpa dokumen resmi.

Rakyat Berani Bicara

Di tengah polemik shelter anjing ilegal yang juga sedang diprotes, warga kini kembali menyatukan suara. Mereka menuntut kejelasan dan keadilan atas penggunaan motor bantuan tersebut.

Kalau memang untuk kepentingan pasar, ajukan saja proposal baru. Tapi jangan main serobot milik kelompok! Itu hak kami,” tegas Yusuf.

Pemimpin atau Penguasa?

Bantuan negara adalah bentuk kepercayaan. Ketika ia jatuh ke tangan pemimpin yang abai, maka makna bantuan berubah menjadi alat kuasa.

Apa jadinya jika kendaraan rakyat dijadikan kendaraan kekuasaan?

Apa jadinya jika pemimpin tak lagi memimpin, tapi mengambil hak rakyatnya secara diam-diam?

Diam adalah Kekalahan

Desa bukan hanya tentang sawah, jalan, atau kantor balai. Desa adalah wajah kecil dari negara. Dan keadilan di desa—sekecil apa pun bentuknya—adalah tolak ukur keberanian rakyat menolak kesewenang-wenangan.

Hari ini, warga Purwodadi Simpang bicara.

Bukan hanya soal motor. Tapi tentang harga diri.

Karena ketika yang dipercaya mengkhianat, yang diam akan ikut bersalah.

Saat dihubungi awak media melalui WhatsApp pada Kamis (5/6/2025), Lamidi enggan memberikan tanggapan. (M-TJEK NEWS | ARF).