Sabtu, Juli 5

Polemik RUU Perampasan Aset, Wawan Hidayat: “Jangan Sampai Rakyat Kecil Jadi Tumbal Penegakan Hukum”

Tulang Bawang Barat – Q-KOKO.SITE Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali memantik perdebatan di tengah masyarakat. Di satu sisi, regulasi ini dinilai penting untuk memperkuat pemberantasan korupsi dan mengembalikan aset negara yang dirampok oleh para pelaku kejahatan. Namun di sisi lain, sejumlah pihak mengkhawatirkan potensi pelanggaran hak asasi manusia jika regulasi ini disahkan tanpa pengawasan yang ketat.

Wawan Hidayat, Ketua Dewan Pengurus Daerah Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan ( JPKP) Kabupaten Tulang Bawang Barat, angkat bicara. Ia menilai, semangat pemberantasan korupsi memang harus didukung, tetapi tidak boleh mengorbankan keadilan sosial.

“RUU ini seperti pedang bermata dua. Satu sisi bisa sangat berguna, tapi kalau tidak diawasi dengan baik, bisa jadi alat penindasan. Jangan sampai rakyat kecil jadi tumbal penegakan hukum,” kata Wawan saat ditemui di Tulang Bawang Barat, Selasa (7/5).

Wawan menyoroti Pasal 15 dan 16 dalam draf RUU, yang memungkinkan negara menyita aset meski pelaku belum divonis bersalah secara hukum. Ia menyebut, pasal-pasal ini rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau kriminalisasi, terutama jika tidak dibarengi mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang jelas.

“Kalau aset bisa langsung disita hanya berdasar dugaan tanpa putusan inkrah, lalu siapa yang menjamin bahwa itu tidak akan disalahgunakan? Ini harus dikawal ketat,” ujarnya.

Ia juga mendorong DPR dan pemerintah membuka ruang dialog seluas-luasnya, khususnya kepada masyarakat daerah yang selama ini sering kali tidak mendapat informasi utuh soal legislasi nasional. Ia bahkan mengusulkan agar lembaga pendidikan, media lokal, serta tokoh adat dan agama dilibatkan dalam proses sosialisasi.

“Kalau hanya disahkan diam-diam, lalu tiba-tiba diterapkan, itu namanya bukan demokrasi. Literasi hukum di tingkat akar rumput masih rendah, dan ini jadi tanggung jawab kita bersama untuk mendampingi rakyat memahami dampak aturan ini,” tegas Wawan.

Sebagai informasi, menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2023 terdapat lebih dari 500 kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp52,3 triliun. Namun, hanya sebagian kecil aset yang berhasil dikembalikan karena tidak adanya perangkat hukum yang kuat.

Wawan pun menutup pernyataannya dengan harapan agar RUU ini bisa menjadi solusi, bukan sumber masalah baru. “Kalau niatnya untuk menyejahterakan rakyat dan menyelamatkan uang negara, ya buatlah aturannya dengan kepala dingin, hati bersih, dan melibatkan semua pihak. Bukan hanya dari Jakarta untuk Jakarta.”